Skip to main content

Diary HEG #1

Dari berbagai sumber yang ku baca tentang HEG alias Hyper Emesis Gravidarum, kebanyakan yang menuliskan adalah ibu-ibu yang mengalami sendiri. Belom menemukan tulisan dari sisi suami atau keluarga terdekat. Aku pengen mencoba berbagi pengalaman HEG dari sudut pandang suami.


Ketika postingan ini saya tuliskan, kondisi istri saya sedang hamil kira-kira 4 minggu. Karena belum ada niatan untuk datang ke dokter, maklum ini bukan anak pertama. Biasanya yang paling rajin kontrol adalah ketika anak pertama saja. Hahaha


Sekarang adalah kehamilan ketiga sejak kami menikah 6 tahun lalu. Kehamilan pertama juga pada bulan-bulan ini, juli-agustus 2013. Karena belum ada pengalaman sama sekali, kami sangat rutin untuk kontrol ke obgyn setiap bulan, USG dan multivitamin. Dulu pengalamannya dengan dr. Gharini Paramitha di salah satu klinik yang saat ini sudah tutup. Ditambah dengan second opinion dokter lain di RS PMI, dr. Vivi Sylvia. Terus terang aku dan istri lebih cocok dengan dr. Vivi, tapi ya karena waktu itu asuransi tidak mengcover kehamilan jadinya kami harus periksa di poli reguler yang antrinya ya begitulah, 2 jam sendiri. Padahal dengan kondisi HEG ini sangat sulit untuk menunggu lama, yang ada rebahan di kursi tunggu RS. Dari sisi dokter, sebenarnya tidak terlalu pengaruh banyak dengan kondisi istri yang HEG. Semuanya kembali ke kondisi istri dan keluarga terdekat serta support dari suami tentu saja. Ini saja kalau dari sisi dokter.


Bagaimana dengan kondisi muntah-muntah?


Tentu saja terjadi sepanjang kehamilan, bahkan sampai muntah kuning dan ada bercak darah dari lambung. Ada resep dokter untuk obat mengatasi asam lambung dari dokter. Tetapi ya tidak cukup berpengaruh. Sempat dua kali masuk rumah sakit untuk opname, karena kondisi yang memburuk akibat kurang cairan dan kurang nutrisi. Pertama kali opname di RS Hermina Bogor, sekitar 4 hari dan ketika pulang pun tidak ada perbaikan berarti. Karena yang terpikir oleh kami, yang penting ada nutrisi masuk berupa infus walau ya masih mual muntah hebat. Bahkan ketika keluar dari RS, istri sempat muntah di jalan. Yang kedua kalinya, opname di RS PMI Bogor. Kalau disini lebih pas rasanya karena hanya bedrest dan diberi infus oleh dokter, sehingga ada kondisi yang cukup baik. Dan ketika pulang pun sudah lebih baik (sedikit). Namun, challenge nya ketika bedrest dan numpang infus di RS adalah ruangan yang diberikan adalah untuk Ibu dan Anak, sehingga ketika opname dua kali tersebut, rekan kasur sebelah adalah ibu yang baru melahirkan serta bayi nya yang join ruangan. Berisik? Pastinya...............


Posisi suami?


Mungkin orang banyak yang bertanya ketika istri cuman bisa bedrest begitu, berarti suami ga ada yang ngurus dong? Kebetulan dan Alhamdulillahnya, saya adalah orang yang cukup independent. Sejak SMA dan kuliah di Jogja serta nyambung kuliah dan kerja di Bogor, memang sudah terbiasa apa-apa sendiri. Masak, mencuci, beberes rumah. Jadi untuk urusan rumah tangga, tidak ada masalah. Cuman alangkah baiknya punya mesin cuci agar mempermudah urusan sedikit. Kalau punya uang lebih, mending laundry saja. Kalau urusan makan, bisa lah beli atau pesan ke catering. Kalau untuk urusan rumah tangga, bisa lah minta tetangga atau pembantu saja. Tetapi ya itu tidak berlaku untuk saya, apa-apa bisa dihandle sendiri. 


Dari sisi pekerjaan, Alhamdulillah dulu kantor saya itu flexible karena kantor based-on project. Jadi beban ga terlalu berat, saya izin berangkat terlambat, dan pulang tenggo. Dan ketika opname, bisa izin sebentar. Walau ketika opname lama, saya tetap ngantor. 


Ga ada saudara? 


Dulu kami berusaha sendiri, mencoba tidak merepotkan saudara yang ada. Karena mereka ada urusan masing-masing. Pernah sih bedrest di salah satu saudara, tetapi istri tidak terlalu nyaman. Jadinya ya pulang lagi. Tapi pas akhir-akhir periode kehamilan, istri saya mau ditinggal di rumah salah satu saudara setelah beliau sendiri yang menawarkan diri. Sekitar 2 bulan saya mengantarkan istri setiap pagi, dan menjemput saat sore. Saya seneng banget dengan trik ini, kenapa? Karena ketika saya yang menawarkan makan, istri pasti menolak. Tetapi ketika saudara ini yang menawarkan, istri pasti sungkan menolak. Hahahaha.


Makannya gimana?


Ini yang paling tricky, saya cukup banyak membuang uang untuk hal ini. Udah dibelikan, tapi tidak dimakan. Ada periode masing-masing untuk setiap makanan. Dahulu pernah suka dengen mie yang ada di nasi uduk, tapi  ga pake nasi uduknya. Cuman bihun goreng aja. Terus pernah bisa makan kentang dan sayur bayam. Yang pasti dirumah sendiri hampir ga pernah makan nasi. Pokoknya makanan apapun yang saya tawarkan pasti ditolak, kenapa? Karena saking seringnya muntah, memori akan asam makanan yang udah dilambung itu pasti ga enak. Ada satu yang bisa menutupi itu, dan tiap 3 hari sekali saya beli itu : 






Susu Cimory rasa cokelat 1 liter per hari, saya beli setiap 3 hari. 50 ribu untuk persediaan 3 hari tersebut, sampe-sampe mbak cimorynya hapal sama saya. Hahahaha. Yak, susu ini tidak terasa asam banget di mulut ketika dimuntahkan kembali. Jadi oke lah diminum. Jadi kesimpulannya, mau makan sesuatu yang tidak asam ketika dimuntahkan lagi. Perbanyak juga cemilan ringan.


Kesimpulannya?


Jangan pernah lelah jadi seorang suami yang terbaik untuk istri yang sedang hamil dan terkena HEG. Istri anda adalah pilihan anda, dan yang didalam kandungannya adalah anak anda. Perkara uang? Itu urusan Tuhan, anda hanya bisa berdoa dan berusaha. Habis banyak? Pasti, tetapi itu lah tugas anda. Buang uang dalam hal makanan adalah risiko agar istri anda tetap ternutrisi.


Satu hal yang paling saya percaya adalah Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan umatNya. Jika anda diberi kesempatan menjadi suami dari istri yang HEG, berarti anda terpilih dan diyakini mampu.



*FYI

Anak saya baru satu, kehamilan kedua berakhir keguguran karena kesalahan RS. akan saya ceritakan di posting berikutnya. Kehamilan kedua juga HEG.


Tetap semangat bapak!


Comments

Popular posts from this blog

Jadwal Dokter Poliklinik Afiat RS PMI Bogor

Share informasi jadwal dokter di poli afiat RS PMI Bogor aja :)

Jadwal Dokter Kandungan Obgyn Bogor

RSIA Hermina Bogor RS PMI Bogor Poliklinik Afiat Poliklinik Reguler RS Bogor Medical Center

Jacatra

Jacatra.. Dutchman call it Batavia.. Betawi people call it Jakarte.. source image What do you think at first about Jakarta? I will said it all about money. In this city, the money flow so quickly. Money easy come and easy go. Few years ago, I afraid of being Money Hunter. I will just live for money. No time for family, no time for hobbies. Just grab bunch of money, and spend it fast. Buy something expensive, travel to another country or destination in Indonesia. I live in Bogor for last 4 years, and work at Jakarta at the same time. I commute everyday for 2-4 hours. It's almost 4/24 = 1/6 of my day spent at railway and road. Get bored? Sometimes. But for now, I just enjoyed it. Because the office near from my home. Less than 2 hours a day. My wife always ask me, when we will move to another country, or just move to Jogja. Honestly, I miss Jogja. There is so calm city, no need to rush. But, I read from media that Jogja become metropolitan city where malls and hote