Ah, itu kan cuman pencitraan.
Pencitraan banget sih itu pejabat.
Pencitraan.
Sejak era politik dan social media bergabung, istilah ini semakin menjamur bak jamur di kala hujan dan debu di musim kemarau. Bertebaran dimana-mana. Terutama sejak akhir masa presiden SBY sampai sekarang. Terutama sejak kiprah Jokowi di dunia politik, walikota solo, gubernur dki dan sekarang presiden RI.
Pencitraan, siapa yang tidak butuh hal ini. Jangankan pejabat, kalian dan saya sendiri sangat membutuhkan hal ini. Kepada lingkungan terkecil, keluarga misalnya. Kepada keluarga besar, apa kamu semua mau dicitrakan sebagai pengangguran, menyusahkan orang dan citra buruk lainnya. Pasti kamu sendiri butuh, iya kan. Secuek-cueknya kamu terhadap anggapan orang, ada orang lain yang akan sakit hati jika kamu dicitrakan buruk, orang tua misalnya. Pun dengan orang tua atau mertua, kamu pasti ingin dianggap keluarga yang baik-baik, tentram dan banyak rezeki. Setidaknya perlu usaha sedikit agar tidak menyusahkan orang lain. Jika kita tidak bisa membantu keluarga, minimal tidak menyusahkan orang lain adalah sebuah prestasi.
Kita tidak sedang menjilat sodara-sodara. Istilah lain yang pantas adalah bermanis muka. Atau pencitraan itu tadi. Saya sendiri tidak menganggap itu hal yang buruk. Selama tidak mengganggu orang lain.
Sekarang saya sendiri telah mengalami gagalnya bermanis muka di kantor. Sehingga hanya yang akrab, dekat, dan tidak menimbulkan masalah serta pandai bermanis muka adalah pemenangnya.
So, penjilat adalah sebuah skill.
Comments
Post a Comment